Antoni : Pengangkatan Pj Sekda Kota Metro Terindikasi Penyalahgunaan Wewenang Bisa Dipidana, Maka Tanggungjawab Wali Kota dan Gubernur Lampung

Metro, (ISN)- Penyalahgunaan wewenang dalam pengangkatan pejabat pimpinan tinggi oleh pimpinan daerah bisa dipidana. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, jika memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Ketua Asosiasi Jurnalis Online Lampung (AJOL) DPD Kota Metro, Antoni Gunawan menjelaskan, penyalahgunaan wewenang bagi pejabat daerah yang menggunakan kewenanganya untuk kepentingan pribadi atau golongan, bukan kepentingan publik, atau melanggar aturan yang berlaku dalam pengangkatan pejabat.
Unsur Pidananya mengakibatkan kerugian keuangan negara atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, maka dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU Tipikor pasal 3, ancamannya pidana penjara hingga 20 tahun. Dan ini bisa di PTUN kan oleh pihak manapun, baik itu ormas/LSM dan bahkan masyarakat.
“Karena, jika seorang kepala daerah mengangkat seseoang sebagai pejabat tinggi karena hubungan dekat, keluarga atau pemberian imbalan tertentu, bukan karena kompetensi dan kualifikasi yang sesuai, menjadi kasus penyalahgunaan wewenang yang berpotensi di pidana. Apa lagi melanggar dari ketentuan Kemendagri dan Perpres.”Jelasnya.
Masih kata Antoni Gunawan, sebagaimana yang telah dilakukan Wali Kota Metro melantik Pj Sekda Dra.Bayana,M.Si, tentu lebih dahulu di usulkan ke Gubernur. Namun disini, kita mengacu pada Permendagri dan Perpres yang berlaku, apakah sudah sesuai? Atau memang ada perundingan khusus ? jika ini mencuat dan di telusuri lebih dalam, “maka keterlibatan bukan hanya Wali Kota Metro tetapi juga Gubernur Lampung. Karena pengangkatannya melalui usulan Wali Kota dan persetujuan Gubernur. Banyak sudah contoh kasus dalam hal ini, masuk dalam pidana.
Ketentuan jelas Permendagri No.91/2019 yang didalamnya mengatur pengangakatan pejabat sekda. Mengacu pada aturan diatasnya yakni Perpres No.3 tahun 2018 tentang pejabat sekretaris daerah. Perpres ini untuk melaksanakan ketentuan pasal 214 ayat (5) UU No.9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
Begini isi Perpres tentang Pejabat Sekretarus Daerah bahwa, Pejabat Sekda diangkat untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah yang berhalangan tugas dikarenakan dua hal yakni Sekretaris Daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan/atau terjadi kekosongan sekretaris daerah.
Artinya, kata Ketua DPD AJOL Kota Metro, Sekda dinyatakan tidak bisa melaksanakan tugas, menurut Perpres ini, karena mendapat penugasan yang berakibat Sekda tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya paling singkat 15 (lima belas) hari kerja dan kurang dari 6 (enam) bulan, atau menjalankan cuti selain cuti di luar tanggungan Negara.
Adapun kekosongan Sekda, menurut Perpres ini, terjadi karena sekda diberhentikan dari jabatannya, diberhentikan sementara sebagai pegawai negeri sipil, dinyatakan hilang, atau mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai pegawai negeri sipil, dikala maju atau turut jadi peserta dalam pemilu.
Disebutkan dalam Perpres ini, kepala daerah menunjuk pelaksana harian apabila sekda tidak bisa melaksanakan tugas kurang dari 15 (lima belas) hari kerja, dalam proses penerbitan keputusan pemberhentian sekretaris daerah kurang dari 7 (tujuh) hari kerja dan/atau pengangkatan penjabat sekda.
Masa jabatan penjabat sekretaris daerah sebagaimana dimaksud paling lama 6 (enam) bulan dalam hal sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan sekretaris daerah,” bunyi Pasal 5 ayat (3) Perpres ini. Penjabat sekda yang diangkat karena sekda tidak bisa melaksanakan tugas, menurut Perpres ini, meneruskan jabatannya paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya apabila terjadi kekosongan sekretaris daerah.
“Awal Juli 2025, Sekda lama di non aktifkan menjadi Staf Ahli Wali Kota, yang mungkin dianggap tidak dapat menjalankan tugas sebagai sekda. Kemudian, pada bulan Juli 2025 itu juga Wali Kota mengangkat Plh Sekda dan kembali diberhentikan, mungkin karena tidak bisa juga menjalan tugas sebagai Plh Sekda, dan digantikan Pj.Sekda. dalam kurun waktu 1 bulan kurang, Wali Kota melakukan pengangkatan jabatan pimpinan tinggi, ruar biasa sekali.”tegasnya.
Antoni Gunawan melanjutkan, dijelaskan juga dalam Perpres No.3 tahun 2018 bahwa dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terjadinya kekosongan sekda terlampaui, dan sekda definitif belum ditetapkan, Gubernur menunjuk penjabat Sekda Kab/Kota yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan Kemendagri serta Perpres itu sendiri. Disinilah keterlibatan Wali Kota Metro dan Gubernur, jika hal di maksudkan benar menyalahi aturan dan terancam pidana.
Secara konkrit, asas legalitas dapat di tentukan dan dilihat dalam Pasal 5 ayat 1 UU No.30 tentang administrasi pemerintahan. Penegasan tentang asas legalitas juga disebutkan dalam Pasal 9 ayat 1 yakni setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang udangan. Salah satu contoh dalam urusan pemerintahan yaitu tindakan pemerintah yang dilaksanakan sesuai undang undang sebagai implementasi asas legalitas terkait penunjukan pejabat pimpinan tinggi, merujuk juga pada UU No 5 tahun 2014 tentang ASN.
Pengangkatan Pj.Sekda Kota Metro menjadi contoh praktik penyalahgunaan wewenang, meskipun telah diatur sedemikian rupa tegas rujukan aturannya yang harus di taati. Dapat kita lihat contoh konkrit, Pemerintah Kota Metro dipimpin oleh Bambag Iman Satoso sebagai Wali Kota hasil Pilkada serentak 2024.
Sekda Definitif Ir.Bangkit Haryo Utomo, dinon aktifkan resmi pada roling pejabat pada awal Juli 2025 menjadi staf ahli. Wali Kota Metro menunjuk Kepala BPKAD yang baru dilantik yakni M.Supriyadi menjadi Plh Sekda menggantikan Ir.Bangkit Haryo Utomo. Pemberhentian Sekda dan penunjukan Plh Sekda, jika di lihat juga terjadi karena indikasi ketidaksukaan dikalangan pejabat birokrasi pemerintahan Kota Metro dan menjadi momen kesempatan saat pergantian kepemimpinan daerah era Wahdi-Qomaru ke Bambang-Rafieq.
Padahal dalam Perpres No.3 tahun 2018 Pasal 1 disebutkan, Pejabat Sekda diangkat untuk melaksanakan tugas Sekda yang berhalangan melaksanakan tugas dan terjadi kekosongan Sekda. Kemudian dalam Pasal 2 ayat 1 Sekda dinyatakan tidak bisa melaksanakan tugas karena mendapat penugasan paling singkat 15 hari kerja dan kurang dari 6 bulan, atau menjalankan cuti selain cuti di luar tanggungan negara.
Sedangkan dalam huruf b dijelaskan dalam Pasal 3 ayat 1 disebutkan kekosongan Sekda terjadi karena diberhentikan dari jabatan, diberhentikan sementara sebagai PNS, dinyatakan hilang atau mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai PNS.
Masih menurut penjelasan Antoni Gunawan, mengenai penunjukan Plh Sekda diatur didalam Perpres tersebut, bahwa dengan ditunjuknya Plh Sekda dapat melaksanakan tugas Sekda paling lama 6 bulan apabila sekda tidak dapat menjalankan tugasnya, dan selama paling lambat 3 bulan apabila terjadi kekosongan jabatan sekda.
Sesuai fakta dapat dikatakan tindakan Wali Kota Metro dengan persetujuan Gubernur Lampung, merupakan suatu pengingkaran terhadap asas legalitas dan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang.
Keabsahan pengangkatan Pj Sekda Kota Metro dianggap tidak mendasar dan menimbukan pertanyaan, apakah Sekda Definitif sebelumnya dianggap tidak bisa menjalankan tugas sebagai Sekda? Dan apakah Sekda Definitif berhalangan melaksanakan tugasnya?, dan apakah Plh Sekda juga sudah prosedural begitu juga dengan pengangkatan Pj.Sekda? dan apakah tidak ada kelayakan dari prestasi keja, integritas dan golongan, sesuai Pasal 6 Perpres 03/2018 di kalangan ASN lingkup Pemerintah Kota Metro, sehingga mengambil ASN dari Pemerintahan Provinsi Lampung menjabat Pj Sekda?.
“Jika salah satu atau beberapa syarat tidak dipenuhi dalam suatu keputusan dianggap tidak sah. Dalam UU Administrasi menyebutkan konsekuensinya terhadap suatu keputusan yang tidak memenuhi syarat dan peputusan yang dibuat tidak sesuai prosedur dan substansi adalah keputusan yang batal atau dapat dibatalkan,”pungkas Antoni Gunawan.
Antoni Gunawan menambahkan. hasil telaah berdasarkan syarat sahnya keputusan berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan yakni unsur wewenang, prosedur dan substansi bahwa untuk memahami tentang kewenangan, perlu adanya pembedaan antara kewenangan dan wewenang Kewenangan adalah kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdil tertentu saja. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.
“Jadi di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang, Prosedur dan Substansi Masa jabatan Penjabat Sekda  diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Perpres No. 3 Tahun 2018. Penunjukan Plh Sekda dan Pengangkatan Pj Sekda Kota Metro dinilai tidak memenuhi syarat prosedur dan substansi sebab Ir.Bangkit Haryo Utomo sebagai Sekda Definitif sebelumnya, belum tentu sesuai prosedur pemberhentiannya.”Tegasnya. (*)

Loading

Related posts

Leave a Comment