(Intisarinews.co.id)- Suara warga akhirnya pecah. Di tengah geliat industri peternakan di Kecamatan Gisting, PT Multibreeder Adirama Indonesia (Multi) justru menuai sorotan tajam.
Perusahaan yang beroperasi di wilayah Campang, Gisting, Kabupaten Tanggamus itu kini dianggap menjadi sumber gangguan lingkungan yang nyata, mulai dari bau menyengat, debu beterbangan, hingga truk besar yang lalu-lalang hingga larut malam.
Alih-alih membawa kesejahteraan bagi warga sekitar, aktivitas perusahaan yang kini lebih fokus memproduksi telur tetas dan anakan ayam (DOC) justru disebut menyulitkan kehidupan masyarakat kecil.
Warga mengaku lelah menahan bau yang menusuk hidung dan jalan kampung yang semakin rusak akibat lalu lintas kendaraan berat perusahaan.
“Kalau siang, baunya luar biasa. Anak-anak sampai enggan keluar rumah. Ini sudah lama kami rasakan, tapi tidak ada tindakan nyata,” keluh salah satau warga Pekon Campang, Rabu (08/10/2025).
Ia menambahkan, aroma kotoran dari area kandang kerap menyeruak ke rumah-rumah warga, terutama saat angin bertiup dari arah selatan. “Kami ini manusia, bukan ayam. Tapi baunya bikin seolah kami hidup di tengah kandang,” sindirnya tajam.
Keluhan serupa datang dari, warga lain yang merasa kenyamanan kampungnya kini direnggut oleh aktivitas industri.
“Truk-truk besar lewat siang malam, bahkan jam 11 malam masih ada yang lewat. Jalan rusak, debu berterbangan, dan kalau hujan, jalan jadi kubangan lumpur. Kami seperti tidak dianggap,” ujarnya dengan nada kesal.
Warga menegaskan bahwa mereka tidak menolak investasi, tetapi meminta perusahaan dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Kalau memang perusahaan besar, harusnya ada standar limbah yang jelas, bukan asal jalan. Kami cuma minta hak kami untuk hidup nyaman di rumah sendiri,” katanya.
Termasuk Saat Libur
Situasi ini semakin ironis karena produksi di perusahaan justru meningkat seiring fokus barunya pada telur tetas dan anakan ayam. Volume kandang bertambah, lalu lintas padat, namun sistem pengelolaan limbah justru disebut makin lemah.
“Ventilasi rumah sering kami tutup karena bau tak tertahankan. Kalau malam, udara makin pengap,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Pemerhati lingkungan dari Tanggamus, Suharni S.Sos, menilai persoalan ini tak bisa dibiarkan berlarut.
“Perusahaan sebesar PT Multibreeder Adirama Indonesia tidak bisa berlindung di balik nama besar. Mereka harus tunduk pada etika sosial dan lingkungan. Kalau benar ada bau dan limbah yang mencemari, itu berarti ada kelalaian yang serius,” tegas Suharni.
Ia juga mendesak agar dilakukan audit lingkungan dan inspeksi mendalam terhadap aktivitas operasional perusahaan di Campang.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Multibreeder Adirama Indonesia belum memberikan tanggapan resmi. Namun, warga berharap bukan sekadar klarifikasi, melainkan tindakan nyata di lapangan.
“Kalau mereka memang peduli, datanglah ke kampung ini, hirup sendiri baunya, lihat jalan yang rusak karena truk mereka,” tutur Sari dengan nada getir.
Di tengah geliat industri dan narasi kesejahteraan yang digembar-gemborkan, realitas di Campang justru menunjukkan hal sebaliknya, warga menahan napas dalam diam, sementara truk terus lalu-lalang, dan bau menyengat masih jadi tamu harian di udara Gisting.
“Jangan cuma bicara tentang produksi dan keuntungan. Bicarakan juga tentang napas kami yang makin sesak,” pungkas warga Pekon Campang.