Bandar Lampung (ISN) – Pengadilan Agama (PA) Tanjungkarang menggelar sidang bukti tambahan perkara sengketa warisan antara Fadhel Alghiffari Husin dan Harmoni Mounthpahsa Husin melawan pamannya, Ferry Ardiansyah (Tergugat I), serta bibinya, Media Sari Putri (Tergugat II), Selasa, 7 Oktober 2025.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim II dengan Panitera Pengganti Mastuhi, S.Ag., M.H. itu merupakan lanjutan dari pembuktian tertulis pihak penggugat pada sidang sebelumnya, 30 September lalu.
Dalam persidangan tersebut, majelis menyatakan pembuktian dari pihak penggugat telah selesai dan sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian dari pihak tergugat I dan II pada 14 Oktober 2025 mendatang.
Fadhel mengajukan gugatan terkait dugaan penguasaan empat aset milik ayahnya, almarhum Antoni Siaga Putra, yang kini disebut berada di tangan paman dan bibinya. Perkara ini terdaftar dengan nomor 1253/Pdt.G/2025/PA.Tnk.
Aset yang disengketakan terdiri atas tiga harta tidak bergerak satu unit rumah, sebidang tanah, dan bangunan kos yang berada di tangan Tergugat I, serta satu harta bergerak berupa mobil yang dikuasai Tergugat II.
Kuasa hukum penggugat, Abdul Wahid, mengatakan pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti tambahan dengan menghadirkan tiga saksi. Sebelumnya, pada sidang tahap pertama, penggugat telah mengajukan 14 dokumen bukti tertulis.
“Alhamdulillah, pengajuan bukti dari penggugat sudah selesai. Tahap selanjutnya, pada tanggal 14, giliran Tergugat I dan II untuk mengajukan pembuktian tertulis. Mengenai hasil, kita ikuti proses pengadilan,” ujarnya usai sidang.
Wahid menyatakan optimistis gugatan kliennya akan dikabulkan majelis hakim, mengingat bukti-bukti tertulis dan keterangan saksi-saksi yang diajukan dinilai cukup kuat.
“Inshaallah, mengenai hasil biarkan hakim yang menilai. Kita optimis (memenangkan persidangan), tetapi kembali lagi, yang memutuskan adalah majelis hakim. Mereka saya kira bekerja sangat profesional dan netral,” tambahnya.
Sementara itu, kuasa hukum Tergugat I Ferry Ardiansyah, Adolf Ayatullah Indrajaya, menegaskan bahwa perkara ini sejatinya merupakan urusan internal keluarga.
“Yang pertama dan jadi penekanan, pihak keluarga besar dari almarhum Antoni Siaga Putra menganggap bahwa ini adalah persoalan keluarga yang pada prinsipnya tidak perlu dipublikasikan,” kata Adolf.
Ia menjelaskan, hubungan antara para pihak dalam perkara ini sangat dekat secara darah, yakni antara paman dan keponakan. Karena itu, pihaknya selalu menekankan pentingnya menjaga hubungan kekeluargaan.
“Terutama tergugat, yang merupakan paman dari penggugat selalu menekankan hubungan kekeluargaan, kasih sayang orang tua ke anak dan anak ke orang tua,” ujarnya.
Adolf menambahkan, proses hukum masih berjalan dan saat ini telah memasuki sidang ke delapan. Menurutnya, persidangan sudah berlangsung sejak Juli dan masih akan berlanjut.
“Masih ada sidang lanjutan setelah ini dan sudah berjalan cukup panjang. Dengan asas menghormati proses hukum, ada beberapa hal yang kami sampaikan di proses sidang. Kalau mengutipnya langsung dari sidang, silakan, tapi tidak pernah ada upaya dari kami untuk mengeluarkan pernyataan di luar itu,” tegasnya.
Ia berharap publik dapat menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak menarik perkara ini ke ranah opini publik, mengingat sifatnya yang sangat pribadi dan menyangkut hubungan keluarga dekat.
Duduk Perkara
Menurut kuasa hukum Penggugat, persoalan bermula sejak almarhum Antoni Siaga Putra terserang stroke berat pada 2018 hingga wafat pada 2022. Kondisinya yang tidak lagi mampu berbicara membuat seluruh urusan keluarga dikuasakan kepada pihak terdekat.
Dijelaskan, Tergugat I saat ini menguasai tiga aset tidak bergerak berupa rumah, bangunan kos, dan sebidang tanah, sedangkan Tergugat II memegang satu aset bergerak berupa satu unit mobil.
Sebagian aset yang sebelumnya dipegang pihak bibi disebut telah dikembalikan secara kekeluargaan, namun empat aset lainnya masih dipersoalkan karena belum diserahkan kepada ahli waris.
Upaya penyelesaian damai telah ditempuh secara informal, namun tidak mencapai kesepakatan. Gugatan akhirnya diajukan ke PA Tanjungkarang pada 24 Juni 2025.
Salah satu objek yang kini menjadi sorotan adalah rumah yang dialihkan atas nama Tergugat I melalui akta hibah. Pihak penggugat menilai akta tersebut tidak sah karena dibuat saat pemberi hibah dalam kondisi sakit.
Selain itu, penggugat juga menyoroti adanya kekeliruan administratif dalam akta hibah, di mana almarhum Antoni disebut sebagai “orang tua” dari Tergugat I, padahal keduanya merupakan kakak-adik kandung.
“Kekeliruan tersebut tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut keabsahan akta otentik,” ujar Wahid.
Wahid menegaskan, gugatan ini bukan semata soal harta warisan, tetapi juga upaya melindungi hak anak yatim yang ditinggalkan ayahnya.
“Ini bukan sekadar soal kepemilikan harta, tapi tentang keadilan bagi anak yang ditinggalkan ayahnya,” pungkasnya. (Red)