Pringsewu (ISN) – Di tengah desakan akan keterbukaan dan transparansi pengelolaan dana desa, publik dibuat geleng kepala dengan sikap Camat Sukoharjo, Yuli. Bukan karena jawaban yang kontroversial, melainkan karena justru tak ada jawaban sama sekali. Tiga hari dicari, tak sekalipun bersedia memberikan klarifikasi, Rabu (21/5/25).
Kisah bermula dari pengelolaan BUMDes Pekon Siliwangi yang tampak aktif. Ruko-ruko disewakan, los pasar harian berjalan. Secara kasat mata, ada perputaran uang yang signifikan. Delapan ruko yang disewa Rp 3 juta per tahun, dalam tujuh tahun setara dengan Rp 168 juta. Belum termasuk potensi dari los harian.
Namun, ketika ditanya soal transparansi dan pelaporan keuangan, Ketua BUMDes, Sulastri, menyebut semua laporan sudah disampaikan ke Camat Sukoharjo. Sebuah jawaban yang langsung menimbulkan tanda tanya. Bukankah secara aturan, laporan itu mestinya ke pekon, bukan ke camat?
Untuk meluruskan alur dan memastikan kebenaran, wartawan mencoba mengonfirmasi langsung ke Camat Sukoharjo. Sayangnya, respons yang didapat sungguh di luar ekspektasi.
Tidak ada. Selama tiga hari berturut-turut, wartawan menyambangi kantor kecamatan, mengirim pesan WhatsApp, dan melakukan panggilan. Semua upaya itu berujung pada kesunyian.
Sikap ini menimbulkan kesan kuat: apakah Camat Sukoharjo alergi pada wartawan? Atau memang sedang tak ingin diganggu oleh hal-hal yang dianggap remeh seperti pertanyaan soal uang rakyat?
Sebagai pejabat publik, sikap tertutup seperti ini tentu bukan contoh baik. Wartawan menjalankan fungsi kontrol sosial, bukan mencari sensasi. Dan publik punya hak untuk tahu ke mana dan bagaimana dana desa dikelola.
Sayangnya, sampai berita ini diterbitkan, Camat Sukoharjo masih memilih diam. Diam yang justru berbicara lebih banyak daripada seribu kata. Dan ketika pejabat enggan bicara, biasanya bukan karena tak tahu, tapi karena terlalu banyak yang harus dijelaskan. (*)