HUT RI KE 80 MOMENTUM SUARA TELADAS TERIAKAN KETIDAK ADILAN SGC

Tulang Bawang (ISN)- Dari tepian Sungai Tulang Bawang hingga hutan yang menjadi saksi sejarah berdirinya Kampung Teladas—kampung tua yang telah memekarkan 11 kampung di Kecamatan Dente Teladas—suara perlawanan kembali bergema. Warga menolak tunduk pada penguasaan lahan oleh PT Sugar Group Companies (SGC).

Perusahaan dalam grup SGC yang memiliki HGU dari ATR/BPN di antaranya PT Indo Lampung Perkasa (ILP), PT Sweet Indo Lampung (SIL), dan PT Gula Putih Mataram (GPM), sebagaimana disampaikan Dirjen pada RDP/RDPU dengan Akar Lampung di DPR RI Jakarta.

Namun, arsip HGU pertama yang masih tersimpan di masyarakat justru mencatat nama PT Indo Lampung Buana Makmur (ILBM), PT Indo Lampung Cahaya Makmur (ILCM), dan PT Indo Lampung Delta Permai (ILDP). Mereka disebut berdiri pongah di atas tanah warisan leluhur.

Selama puluhan tahun, keberadaan raksasa tebu ini memicu keluhan dugaan perluasan areal di luar konsesi, tumpang tindih lahan warga, hingga hilangnya akses masyarakat ke tanah ulayat. Sejak awal beroperasi, sebagian tanah adat di dalam HGU PT ILP (ILBM, ILCM, ILDP) bahkan ada lahan yang belum pernah menerima ganti rugi.

“Kami diam selama ini, tapi bukan berarti menyerah. Hak tanah kami dirampas, bahkan ada yang tidak masuk HGU tapi tetap dikuasai perusahaan. Kami berharap Pemerintah Pusat dan instansi terkait merealisasikan pengukuran ulang,” tegas Mardali. Am, Ketua Marga Tegamo’an Kampung Teladas.

Gerakan anak-anak muda dari Aliansi Tiga Lembaga Lampung yakni DPP Aliansi Komando Aksi Rakyat (AKAR), DPP Koalisi Rakyat Madani (KERAMAT), dan DPP Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (PEMATANK)—dikomandoi Indra Musta’in, Suadi Romli, dan Sudirman Dewa—mendorong agar lahan SGC diukur ulang. Desakan itu direspons DPR RI yang menyetujui proses ukur ulang HGU PT ILP, SIL, dan GPM di Tulang Bawang serta Lampung Tengah.

Bagi masyarakat Teladas, ini bukan sekadar agenda teknis, melainkan langkah awal membongkar peta penguasaan lahan yang selama ini tertutup. Syukri Isa, SE.Ak, Ketua Tim Penyelesaian Tanah Ulayat Komunitas Masyarakat Hukum Adat Teladas, menegaskan pengukuran harus dilakukan transparan, melibatkan masyarakat, dan berbasis data riil.

“Ini tanah leluhur kami, bukan sekadar lahan bisnis. Kami berdiri di sini bukan untuk mengemis, tapi menuntut hak,” ujarnya lantang, Minggu (17/8/25).

Warga Teladas memastikan akan mengawal langsung proses ini. Pada 25–27 Agustus mendatang, perwakilan warga bersama Tiga Lembaga akan mendatangi DPR RI dan menggelar aksi di Kementerian ATR/BPN Jakarta, menuntut ukur ulang sekaligus pengembalian hak tanah ulayat masyarakat adat Teladas.

“Ya, kami bergerak demi menegakkan kedaulatan dalam tata kelola agraria. Saat masyarakat Teladas bersatu dalam perjuangan ini, kami sangat bersyukur,” jelas Indra Musta’in di kantornya, Minggu (17/8/25).

Langkah DPR RI ini menandai babak baru pertarungan panjang antara kepentingan korporasi dan hak masyarakat hukum adat di Tulang Bawang. Pertanyaannya kini, apakah hasil ukur ulang akan membongkar seluruh peta permainan, atau justru melahirkan kompromi baru yang membungkam suara lantang dari Teladas?

Loading

Related posts

Leave a Comment